Pohon upas (Antiaris toxicaria) pohon yang memiliki getah yang sangat
beracun, yang kadang disebut ipoh/ipuh, anchar, atau tengis/ingas,
adalah pohon besar dengan ketinggian bisa mencapai 40 m serta kayunya
putih dan ringan. Dahan-dahannya tumbuh horizontal
dan tak beraturan. Pohon ini tumbuh di tanah subur, di dataran rendah dan hanya ditemukan hutan-hutan lebat. Sama seperti kayunya, warna getah upas adalah putih susu, namun lebih kental dan lengket dari susu. Cairan atau getah yang keluar dari batang (cortex) akan mengalir deras sehingga dapat terkumpul dengan cepat dalam satu cangkir. Pada pohon dewasa, torehan pada kulit kayu ini menghasilkan cairan kekuningan dan agak berbuih, sementara pada pohon muda warnanya lebih putih; baik dari pohon dewasa atau pohon muda getahnya akan bewarna kecoklatan di udara terbuka. Jika cairan ini mengenai kulit kita maka akan terasa perih dan terbakar. Karena getah kulit pohonnya mengandung racun, maka orang menamakan racunnya sebagai upas. Rumphius, ahli botani kelahiran Jerman dan bekerja untuk VOC Belanda yang pernah melakukan penelitian ilmiah di Ambon, menulis bahwa penduduk Makassar tahun 1650 menggunakan panah beracun saat penyerangan terhadap Ambon. Panah beracun ini pula yang digunakan rakyat Celebes (Sulawesi) saat perang melawan VOC Belanda. Ahli botani ini menulis bahwa racun yang masuk pembuluh darah terbawa ke seluruh tubuh dan terasa di otot, menimbulkan rasa terbakar, terutama di kepala, lalu korban pingsan dan mati. Menurutnya, racun ini memiliki derajat mematikan berbeda, tergantung lama dan cara pengawetan racun. Dan racun yang paling mematikan adalah “upas raja”, dan efeknya tak terobati lagi. Akibat racun upas sangat dahsyat. Jika upas menyerang perut, saluran pernafasan, dan sirkulasi tubuh, maka chetik menyerang otak dan saraf. Gejala umum bila seseorang terkena racun ini adalah: tubuh kejang-kejang, gelisah, bulu roma berdiri, memuntahkan isi perut, lemas, sawan, nafas memberat, air liur keluar, otot perut kejang-kejang, muntah berat, muntah air, lalu kejang hebat, dan mati. Jika racun ini diterapkan pada sejumlah binatang, maka lamanya reaksi berbeda-beda. Anjing, langsung mati dalam satu jam, tikus dalam 10 menit, monyet dalam 7 menit, kucing dalam 15 menit, dan kerbau dalam 2 jam 10 menit. Hewan ini akan terjatuh langsung dengan kepala lebih dulu, terus kejang, dan akhirnya mati. Setelah menyaksikan banyak prajurit Belanda di Ambon dan Makassar mati akibat racun upas, Rumphius akhirnya menemukan obat penawar racunnya pada akar Radix toxicaria (bakung).
dan tak beraturan. Pohon ini tumbuh di tanah subur, di dataran rendah dan hanya ditemukan hutan-hutan lebat. Sama seperti kayunya, warna getah upas adalah putih susu, namun lebih kental dan lengket dari susu. Cairan atau getah yang keluar dari batang (cortex) akan mengalir deras sehingga dapat terkumpul dengan cepat dalam satu cangkir. Pada pohon dewasa, torehan pada kulit kayu ini menghasilkan cairan kekuningan dan agak berbuih, sementara pada pohon muda warnanya lebih putih; baik dari pohon dewasa atau pohon muda getahnya akan bewarna kecoklatan di udara terbuka. Jika cairan ini mengenai kulit kita maka akan terasa perih dan terbakar. Karena getah kulit pohonnya mengandung racun, maka orang menamakan racunnya sebagai upas. Rumphius, ahli botani kelahiran Jerman dan bekerja untuk VOC Belanda yang pernah melakukan penelitian ilmiah di Ambon, menulis bahwa penduduk Makassar tahun 1650 menggunakan panah beracun saat penyerangan terhadap Ambon. Panah beracun ini pula yang digunakan rakyat Celebes (Sulawesi) saat perang melawan VOC Belanda. Ahli botani ini menulis bahwa racun yang masuk pembuluh darah terbawa ke seluruh tubuh dan terasa di otot, menimbulkan rasa terbakar, terutama di kepala, lalu korban pingsan dan mati. Menurutnya, racun ini memiliki derajat mematikan berbeda, tergantung lama dan cara pengawetan racun. Dan racun yang paling mematikan adalah “upas raja”, dan efeknya tak terobati lagi. Akibat racun upas sangat dahsyat. Jika upas menyerang perut, saluran pernafasan, dan sirkulasi tubuh, maka chetik menyerang otak dan saraf. Gejala umum bila seseorang terkena racun ini adalah: tubuh kejang-kejang, gelisah, bulu roma berdiri, memuntahkan isi perut, lemas, sawan, nafas memberat, air liur keluar, otot perut kejang-kejang, muntah berat, muntah air, lalu kejang hebat, dan mati. Jika racun ini diterapkan pada sejumlah binatang, maka lamanya reaksi berbeda-beda. Anjing, langsung mati dalam satu jam, tikus dalam 10 menit, monyet dalam 7 menit, kucing dalam 15 menit, dan kerbau dalam 2 jam 10 menit. Hewan ini akan terjatuh langsung dengan kepala lebih dulu, terus kejang, dan akhirnya mati. Setelah menyaksikan banyak prajurit Belanda di Ambon dan Makassar mati akibat racun upas, Rumphius akhirnya menemukan obat penawar racunnya pada akar Radix toxicaria (bakung).
sumber:
😅👍
BalasHapus